MEDAN, LINTASNEWSMEDIA.ID – Aparat penegak hukum dan lembaga peradilan harus berperan aktif melindungi aset-aset negara dari upaya penguasaan ilegal oleh pihak-pihak tertentu yang menggunakan cara manipulative data.
Kasus Hak Guna Usaha (HGU) No. 62 PTPN I Regional 1 (d/h PTPN II) Kebun Penara yang terletak di jalan Arteri Bandara Kualanamu, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara (Sumut), diduga ada mafia tanah yang harus diungkap tuntas oleh aparat penegak hukum dan lembaga peradilan pelindung aset negara.
Salah satu penggugat dalam perkara No. 05/Pdt.G/2011/PN-LP yang tercatat dalam putusan Pengadilan Negeri Lubuk Pakam Nomor 193, Suardi mengungkapkan, adanya upaya untuk menguasai areal HGU milik PTPN II dengan cara-cara tidak sah.
Seorang yang bernama Murachman diduga telah melakukan manipulasi data-data warga lainnya, dan itu merupakan bukti yang tidak terbantahkan.
“Wagiyo masih menjabat sebagai Sekretaris Desa Pardamean pada tahun 2008, waktu itu Wagiyo datang meminta KTP dan KK saya untuk didaftarkan di kelompok penerima pembagian tanah Penara,” ujar Supardi dalam penjelasan tertulis yang diterima awak media, Kamis (11/7/2024).
Menurut Supardi, setelah KTP dan KK dikumpulkan, nama orang tua Tembung diganti menjadi Tumpok, maka disitu saya duga ada kaitannya dengan surat keterangan pembagian tanah sawah ladang yang dikumpulkan sebagai bahan gugatan ke Pengadilan Negeri Lubuk Pakam.
Setelah kasus Penara diputus di tingkat kasasi oleh Mahkamah Agung dan Rokani berserta kawan-kawannya yang menyatakan menang atas lahan seluas 464 Hektar (Ha) tersebut.
“Waktu itu juga, semua berkumpul di kantor Notaris Tanjung Morawa untuk diminta bertandatangan diatas blangko kosong dan diberikan uang tunai uang sebesar Rp 500.000,” jelasnya.
Ironisnya, lanjut Supardi, blangko kosong tersebut dengan menyatakan bahwa mereka (warga) telah menyerahkan dan melepaskan lahan Penara milik PTPN II dengan ganti rugi sebesar Rp1,5 miliar, padahal saya hanya menerima uang tunai Rp 500.000.
“Saya mengetahui berdasarkan informasi dari warga Desa Pardamean, bahwa blangko kosong tersebut berbunyi telah menyerahkan dan melepaskan lahan Penara milik PTPN II dengan ganti rugi sebesar Rp1,5 miliar,” katanya.
Hukuman dua tahun penjara yang dijatuhkan Mahkamah Agung kepada Murachman semakin memperkuat bukti bahwa Rokani dkk menggunakan data-data palsu atau yang dipalsukan dalam proses gugatan lahan HGU No. 62 Kebun Penara. Jika aparat penegak hukum terus mengembangkan penyelidikan kasus ini, warga yang datanya diikutkan dalam gugatan akan ikut diperiksa, terutama karena mereka telah menerima imbalan melalui Murachman sebelumnya.
Sementara itu, Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD mengungkapkan, bahwa lahan seluas 464 hektar di Desa Penara, Tanjung Morawa, sebenarnya adalah milik PTPN II.
“Tiba-tiba di Pengadilan Negeri dikalahkan dalam kasus perdata. Oleh karena itu, kita menolak eksekusi terhadap lahan yang merupakan aset negara tersebut,” ujarnya. (RI-1/Tim)
Eksplorasi konten lain dari Lintas News Media
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.